RDA: Sebagai Wajah Baru dan Model AACR2
RDA: SEBAGAI WAJAH BARU DAN MODEL AACR2
Penulis: Wahyu Febrianto
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Katalogisasi Non Buku
Perkembangan teknologi informasi saat ini mengakibatkan perubahan yang bergerak maju pada salah satu lembaga jasa informasi disebut perpustakaan dengan menyediakan koleksi digital dan non digital.
Pokok kegiatan perpustakaan adalah mempermudah penemuan kembali penelusuran koleksi dengan menyajikan informasi koleksi melalui proses pengatalogan berdasarkan subjek, nama pengarang, judul, penerbit dan deskripsi fisik. Adapun proses pembuatan katalog kartu disebut katalogisasi, seperti 1. Katalogisasi deskriptif merupakan mendeskripsikan data fisik bahan koleksi, 2. Katalogisasi subjek merupakan mendeskripsikan isi/subjek bahan koleksi berdasarkan subjeknya atau berdasarkan ketentuan klasfikasi pedoman tertentu, Lasa Hs (1997). Dengan kehadiran teknologi informasi tentu memiliki dampak terhadap pengatalogan dari masa kini ke masa selanjutnya, Sulistya-Basuki (1993). Pengembangan pembuatan aturan katalog mengalami perubahan yang berawal dari aturan katalogisasi British Museum Cataloging Rules hingga digantikan dengan RDA (Resource Description and Access) saat ini dan adapun perubahan bentuk katalog bermula dari bentuk fisik sampai bentuk elektronik. Namun, kondisi kenyataan yang ada di perpustakaan masih mempertahankan aturan AACR (Anglo-American Cataloging Rules), tetapi ada juga yang telah beralih menggunakan RDA. Hal ini mengingat bahwa peraturan mana yang akan dijadikan pilihan oleh perpustakaa, prinsip semestinya adalah memudahkan, efisien, efektif baik bagi pengguna dan pengelola perpustakaan. Oleh karena itu bisa dikatakan perpustakaan merupakan organisasi yang senantiasa mengalami perkembangan setiap masanya yang sesuai dengan konsep five law dari Ranganathan (1931) menyatakan bahwa “library is a growing organism”.
Pedoman Anglo-American Cataloging Rules merupakan pengatalogan dunia perpustakaan yang diterbitkan pada tahun 1978 dan AACR1 ditebitkan pada tahun 1967. Pedoman AACR ini menjadi pedoman pengatalogan dari jenis koleksi fisik/non digital, sound recording, motion picture, bahan grafis, berkas komputer, bahan tiga dimensi, realia, bentuk micron dan monograf. Dan masih merefleksikan katalog kartu dengan mengidentifikasi main entry, added entry dan heading, telah termodifikasi dengan perkembagan teknologi saat ini dan cukup dijuluki AACR2 memungkinkan relevan dengan dunia perpustakaan. AACR2 memiliki ciri-ciri antara lain bersifat umum artinya pada peraturan AACR2 dapat digunakan untuk perpustakaan umum tidak menutup kemungkinan perpustakaan khusus tidak dapat menggunakannya sehingga AACR2 merupakan peraturan standar pengatalogan secara deskriptif semua jenis bahan koleksi cetak dan non cetak, dan fleksibel artinya dalam penerapan AACR2 memberikan alternatif beberapa aturan boleh dipilih untuk diterapkan atau tidak diterapkan sehingga perpustakaan dapat mensesuaikan dengan tujuan, jenis dan pengguna perpustakaannya dalam membuat kebijakan dan prosedur untuk konsistensi dalam pengatalogan. Di tahun 2005 Joint Steering Committee (JSC) for the Revision of AACR2 melakukan peninjauan kembali dan merevisi bagian pertama dari AACR2 yang menuangkan hasil penyusunan standar pengatalogan baru yang berisi panduan dan instruksi untuk mendeskripsikan dan mengakses materi digital juga analog diberi nama RDA (Resources Description and Access).
Gambar 1. Struktur Pedoman AACR2
Berdasarkan uraian diatas, struktur pedoman ini dilakukan dalam AACR2 mengikuti urutan kegiatan pada pengatalogan bahan koleksi di perpustakaan. Dimana kegiatan pengatalogan tersebut merekam data/informasi bibliografi, paling utama adalah memberikan petunjuk untuk menentukan acces point dan bentuk tajuknya. Pada pedoman ini menetapkan tiga tingkatan deskripsi minimum yang diberikan. Berikut ini tingkatan pertama dibilang paling sederhana dan mudah, pada umumnya diterapkan pada perpustakaan khusus yang memiliki jumlah koleksi yang terbatas.
Gambar 2. Deskripsi Koleksi Tingkatan Pertama
Sedangkan deskripsi tingkatan kedua, unsur deskripsi minimum yang dapat disajikan sebagai berikut ini
Gambar 3. Deskripsi Koleksi Tingkatan Kedua
Dan tingkatan deskripsi ketiga, memiliki unsure deskripsi lebih rumit, lengkap, dan komplek dalam penerapannya sehingga biasanya perpustakaan lebih memilih dan menerapkan tingkatan deskripsi kedua dalam pengatalogan koleksi. Tentu hal ini berkaitan dengan entri yang dibuat dapat disesuaikan dengan standar data bibliografi terhadap kebutuhan pengguna, juga kemampuan pengatalog.
Pedoman Resources Description and Access ini diresmikan pada tahun 2010 oleh beberapa perpustakaan di negara Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, Kanada, Inggris, dan Jerman juga Perancis. Sedangkan negara Asia khalayak Thailand, Singapura, Malaysia, Jepang dan China mereka masih proses persiapan menerapkan pedoman RDA (Resources Description and Access), Irkhamiyati (2014). IFLA mengembangkan RDA berdasarkan atas model konseptual For bibliographic Description International Standart, Functional Requirements for Authority Data, The International Cataloguing Principles, dan Functional Requirements for Bibliographic Record. Pedoman ini dapat membawa perpustakaan bergerak maju menuju era teknologi informasi dengan ketersediaan instruksi untuk pengatalogan koleksi digital dan non digital, pada umumnya merujuk berdasarkan AACR2 yang berfokus pada kebutuhan pengguna agar proses penemuan kembali koleksi mudah dicari, diidentifikasi, dipilih yang mereka butuhkan. Adapun beberapa keuntungan menggunakan pedoman ini, sebagai berkut 1. RDA dapat meningkatkan keakuratan pengatalogan bahan format khusus melalui perangkat online dan dapat ditemukan semua pedoman yang diperlukan sesuai dengan semua jenis koleksi apa yang akan dibuatkan katalog, 2. RDA memiliki sifat adaptif dan fleksibel, sehingga pengguna memungkinkan untuk menambahkan sendiri cantuman data bibliografis secara online, 3. RDA tidak hanya menampilkan informasi koleksi, tetapi berfokus pada deskripsi sumber daya informasi koleksi perpustakaan yang spesifik.
Gambar 4. Perbedaan AACR2 dengan RDA
Data indikator diatas berdasarkan struktur menunjukkan bahwa ada beberapa indikator yang mengalami perubahan yang terjadi pada pedoman pengatalogan AACR2 menuju RDA. Dimana RDA tidak berorientasi pada objek yang dideskripsikan seperti AACR2 yang berfokus pada jenis bahan koleksi antara lain buku, sound recording, motion picture, bahan grafis, berkas komputer, bahan tiga dimensi, realia, bentuk micron dan monograf. Dalam penerapan RDA pada objek semua bahan koleksi baik digital maupun nondigital yang dideskripsikan menggunakan model konseptual FRBR.
Gambar 5. Perbedaan AACR2 dengan RDA
Pada penjelasan gambar diatas terkait indikator Level of Description tertera bahwasannya pedoman AACR2 memiliki delapan daerah publikasi dalam penerapan pendeskripsian bahan koleksi perpustakaan, sedangkan RDA tidak demikian, dalam penerapan pendeskripsian RDA menggunakan core element yang terdiri dari dua belas elemen bersifat fleksibel artinya tidak semua core element selalu tersedia.
Gambar 6. Perbedaan AACR2 dengan RDA
Dalam penjelasan ini, Categorization of Resources merupakan bentuk objek yang dideskripsikan. Pada RDA terlihat tidak menggunakan GMD (General Material Description) seiring dengan hal ini beralih dengan tiga kategori yakni media type, content type, carrier type telah memenuhi materi dari objek yang dideskripsikan.
Gambar 7. Perbedaan AACR2 dengan RDA
Pada indikator keempat ini dalam pendeskripsian singkatan masih dipakai dalam AACR2, namun RDA cenderung tidak memakai singkatan dalam mendeskripsikan bahan koleksi agar pengguna dapat memahami deskripsi bahan koleksi dan lebih jelas dalam mendeskripsikan data bibliografis tersebut.
Dengan demikian setelah mengetahui perbedaan AACR dan RDA, dapat disimpulkan bahwa perpustakaan harus menentukan standart pengatalogan yang dipakai apakah tetap menggunakan AACR2 atau RDA, agar memiliki konsistensi dan keseragaman dalam proses pengelolaan bahan koleksi. Prinsipnya adalah untuk memberikan kesan mudah, efektif, cepat, dan efisiensi dalam proses penelusuran temu kembali informasi yang dibutuhkan pengguna.
tag: AACR2, Ilmu perpustakaan, katalogisasi, Katalogisasi Non Buku, RDA,
Lasa Hs. (1997). Pedoman Katalogisasi Perpustakaan Muhammadiyah: Monograf dan Terbitan Berkala. Yogyakarta: Lukman.
Ranganathan, S. R. (1931). the Five laws of library science. London: Edward Goldston
Sulistyo-Basuki. (1993). Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Referensi
Irkhamiyati. (2014). Bertahan pada AACR2 atau Beralih ke RDA?. Info Persada, Vol. 12:2 (p.85-93)
Lasa Hs. (1997). Pedoman Katalogisasi Perpustakaan Muhammadiyah: Monograf dan Terbitan Berkala. Yogyakarta: Lukman.
Ranganathan, S. R. (1931). the Five laws of library science. London: Edward Goldston
Sulistyo-Basuki. (1993). Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.