Kedudukan Akal dalam Islam & Pluralisme
Kedudukan Akal dalam Islam & Pluralisme
Penulis: Wahyu Febrianto
1. Dalam Islam, akal menjadikan manusia sebagai makhluk Allah yang beradab dan memiliki kedudukan yang sangat mulia. Allah SWT berfirman pada Q.S. Al-Isra ayat 70, artinya "Sesungguhnya Kami telah memuliakan anak Adam dan Kami angkut mereka di darat dan di laut. Dan kami berikan rezeki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dari kebanyakan makhluk yang Kami ciptakan dengan sebenar-benar kelebihan." (QS. Al-Isra (70). Namun, tidak berarti bahwa akal diberi kebebasan tanpa batas untuk memahami agama. Untuk itu, kita perlu mengetahui di mana sesungguhnya bidangnya akal. Maksudnya bahwa akal manusia ini tidak memiliki kemampuan dalam menjangkau perkara ghaib di balik alam nyata yang kita saksikan ini, misalnya tanda-tanda kekuasaan Allah SWT, arwah, surga maupun neraka. Dengan hal itu, Amin (2018) menuturkan bahwa Islam menundukkan akal terhadap Wahyu dan Sunnah Nabi SAW yang didahulukan dan menjadi acuan dalam melakukan perbuatannya.
Berdasarkan pernyataan di atas, tulisan ini memiliki korelasi dengan adanya perpustakaan sebagai ladang ilmu. Pentingnya peran perpustakaan tersebut perlu didukung dengan sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu contohnya, pustakawan melaksakan tugas untuk pengadaan bahan koleksi berupa pembelian buku dengan dana yang telah disediakan, maka pustakawan harus menggunakan akalnya saat menentukan buku apa saja yang dibutuhkan dan seharusnya dibeli, juga sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Selain itu, pustakawan juga perlu menggunakan akalnya dalam membelajakan dana yang ada untuk membeli buku sesuai dengan kebutuhan perpustakaan.
Referensi
Amin, M. (2018). Kedudukan Akal dalam Islam. TARBAWI: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 3(01), 79-92.
2. Pada dasarnya, manusia hidup berdampingan, saling tolong-menolong, dan mendambakan hidup yang damai. Dengan hal itu, islam menawarkan umatnya mengenai toleransi terhadap setiap perbedaan. Toleransi dalam konteks ini berdasarkan dari beberapa aspek yaitu teologis, sosiologis, dan budaya. Apabila dikaitkan dengan QS. Al Kafirun ayat 6 dan QS. Al Baqarah ayat 256, Khususnya agama, barangsiapa yang konsisten dengan keimanan dan berpegang tuguh pada ketaqwaannya, maka dialah pemenangnya. Dalam firman Allah pada Al.Maidah (5);48, Artinya: “…. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikanNya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberianNya kepadamu, maka berlombalombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allahlah kembali kmu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.”. Sebab, Islam memandang pluralisme sebagai sikap saling menghargai dan toleransi terhadap agama lain. namun bukan berarti semua agama adalah sama artinya tidak menganggap bahwa dalam Tuhan yang kami sembah adalah Tuhan yang kalian sembah;
tag: Ilmu perpustakaan, Kedudukan Akal dalam Islam, Pluralisme
1. Dalam Islam, akal menjadikan manusia sebagai makhluk Allah yang beradab dan memiliki kedudukan yang sangat mulia. Allah SWT berfirman pada Q.S. Al-Isra ayat 70, artinya "Sesungguhnya Kami telah memuliakan anak Adam dan Kami angkut mereka di darat dan di laut. Dan kami berikan rezeki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dari kebanyakan makhluk yang Kami ciptakan dengan sebenar-benar kelebihan." (QS. Al-Isra (70). Namun, tidak berarti bahwa akal diberi kebebasan tanpa batas untuk memahami agama. Untuk itu, kita perlu mengetahui di mana sesungguhnya bidangnya akal. Maksudnya bahwa akal manusia ini tidak memiliki kemampuan dalam menjangkau perkara ghaib di balik alam nyata yang kita saksikan ini, misalnya tanda-tanda kekuasaan Allah SWT, arwah, surga maupun neraka. Dengan hal itu, Amin (2018) menuturkan bahwa Islam menundukkan akal terhadap Wahyu dan Sunnah Nabi SAW yang didahulukan dan menjadi acuan dalam melakukan perbuatannya.
Berdasarkan pernyataan di atas, tulisan ini memiliki korelasi dengan adanya perpustakaan sebagai ladang ilmu. Pentingnya peran perpustakaan tersebut perlu didukung dengan sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu contohnya, pustakawan melaksakan tugas untuk pengadaan bahan koleksi berupa pembelian buku dengan dana yang telah disediakan, maka pustakawan harus menggunakan akalnya saat menentukan buku apa saja yang dibutuhkan dan seharusnya dibeli, juga sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Selain itu, pustakawan juga perlu menggunakan akalnya dalam membelajakan dana yang ada untuk membeli buku sesuai dengan kebutuhan perpustakaan.
Referensi
Amin, M. (2018). Kedudukan Akal dalam Islam. TARBAWI: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 3(01), 79-92.
2. Pada dasarnya, manusia hidup berdampingan, saling tolong-menolong, dan mendambakan hidup yang damai. Dengan hal itu, islam menawarkan umatnya mengenai toleransi terhadap setiap perbedaan. Toleransi dalam konteks ini berdasarkan dari beberapa aspek yaitu teologis, sosiologis, dan budaya. Apabila dikaitkan dengan QS. Al Kafirun ayat 6 dan QS. Al Baqarah ayat 256, Khususnya agama, barangsiapa yang konsisten dengan keimanan dan berpegang tuguh pada ketaqwaannya, maka dialah pemenangnya. Dalam firman Allah pada Al.Maidah (5);48, Artinya: “…. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikanNya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberianNya kepadamu, maka berlombalombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allahlah kembali kmu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.”. Sebab, Islam memandang pluralisme sebagai sikap saling menghargai dan toleransi terhadap agama lain. namun bukan berarti semua agama adalah sama artinya tidak menganggap bahwa dalam Tuhan yang kami sembah adalah Tuhan yang kalian sembah;
tag: Ilmu perpustakaan, Kedudukan Akal dalam Islam, Pluralisme