Kebijakan Hukum atas Hambatan Layanan Informasi Bagi Orang Cacat (Disabilitas)
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS HAMBATAN ORGANISASI DALAM PELAYANAN INFORMASI BAGI PELANGGAN DENGAN DISABILITAS
Ditulis oleh Kelompok (Wahyu Febrianto)
Menurut Undang-undang nomor 8 tahun 2016 menyebutkan bahwa pemerintah dalam rangka menyamaratakan hak warga penyandang disabilitas telah menetapkan kebijakan berupa:
1. Membangun infrasruktur yang memadai bagi penyandang disabilitas
2. Mengahapus aturan yang cenderung bersifat diskriminatif baik dalam tahap makro maupun mikro
Salah satu contoh organisasi informasi pemerintahan adalah perpustakaan. Dalam pembahasan kali ini, digunakan dua contoh perpustkaan pemerintah yakni perpustakaan nasional atau pusat dan perpustakaan daerah atau provinsi guna dapat melihat hambatan secara meluas sekaligus sebagai pembandingan dua organisasi (meskipun sama-sama lembaga di bawah naungan pemerintah).
Hambatan yang terjadi dalam organisasi dibagi menjadi dua yakni hambatan dalam segi fasilitas sarana dan prasara serta hambatan dari segi sumber daya manusia (SDM).
a. Hambatan Sarana Prasarana
Berbicara mengenai sarana dan prasarana atau fasilitas tentu tidak dapat dipisahkan dengan finansial atau keuangan. Lembaga informasi pemerintahan pun tidak lepas dari berbagai kendala aggaran dana bagi disabilitas yang sejauh ini hanya difokuskan kepada lembaga-lembaga yang bersifat sosial, dan kurang pada lembaga pendidikan seperti perpustakaan.
Persoalan anggaran dana ini kemudian juga terjadi pada perpustakaan pusat dan perpustakaan daerah yang memiliki jumlah pasokan dana yang berbeda. Sudah bukan merupakan rahasia lagi jika perbedaan anggaran terjadi antara dua perpustakaan ini. Perpustakaan pusat cenderung memiliki anggaran yang lebih besar untuk kemudian melakukakan pengadaan fasilitas yang lebih baik daripada perpustkaan daerah. Prioritas di letakkan pada perpustakaan pusat dengan pertimbangan demografi yang lebih makro daripada perpustakaan daerah. Namun ternyata, hal ini kemudian berdampak pada perbedaan perlakuan antara dua perpustakaan (pusat dan daerah) dalam menyikapi atau memandang disabilitas. Perpustakaan daerah akan cenderung memiliki kepekaan yang rendah terhadap disabilitas dan akan terus terjadi demikian jika pemangku kekuasaan pusat tidak melakukan perbaikan seperti sosialisasi dan penanaman ideologi kepada pengelola perpustakaan daerah.
Akibatnya, perwujudan keselarasan pemenuhan hak penyandang disabilitas dan pengahapusan diskriminasi pun pada akhirnya belum dapat dilakukan secara merata dan adil.
b. Hambatan Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan elemen paling penting dalam organisasi. Mereka berperan sebagai pelaksana tugas dan aktivitas organisasi untuk mencapai tujuan bersama yang telah disepakati. Sumber daya yang berkualitas akan menghasilkan organisasi yang berkualitas pula, hal ini pun akan berlaku sebaliknya. Salah satu kendala yang ditimbulkan dari sisi SDM adalah kinerja yang tidak optimal. Pada umumnya, lembaga yang bernaung di bawah pemerintahan memiliki sejumlah aturan yang wajib untuk dilakukan. Mereka memiliki aturan kerja yang struktural. Hal ini menyebabkan para petugas atau pegawai perpustakaan cenderung bekerja hanya untuk memenuhi kewajibannya saja. Mereka berpacu pada aturan yang kaku dan menghambat ruang gerak kinerja mereka sehingga tidak dapat bersikap luwes. Selain itu juga masih terjadi fenomena kualifikasi SDM (pustakawan) dalam perpustakaan yang tidak memiliki kompetensi dalam bidang keperpustakaan.