Perpustakaan sebagai Upaya Meningkatkan Literasi Baca Anak
PERPUSTAKAAN BERBASIS RAMAH LINGKUNGAN BAGI UPAYA PENINGKATKAN LITERASI BACA ANAK DI INDONESIA
Pemahaman literasi di kalangan masyarakat ditafsirkan secara sederhana; yakni individu hanya diharapkan memiliki kemampuan membaca dan menulis. Pendapat tersebut sejalan dengan Grabe & Kaplan (1992) juga Graff (2006) menyatakan literasi sekedar membaca dan menulis.
Padahal, seiring zaman yang semakin kompleks, diharapkan kemampuan literasi pada anak tidak hanya sekedar baca dan tulis; melainkan mampu memiliki kemampuan dasar dalam belajar, membuat anak berpikir kritis, peduli terhadap lingkungan sosial, meningkatkan kecerdasan dan memperdalam pengetahuan dalam diri anak.
Adapun langkah-langkah untuk meningkatkan budaya literasi misalnya, beranjak membaca dari bacaan yang disukai, menumbuhkan sikap antusias rasa ingin tahu, dan meminta bantuan orang lain merekomendasikan buku bacaan. Membaca sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan. Pada kenyataannya minat baca masyarakat terkhususnya anak di Indonesia masih rendah. Sependapat dengan Gaulus (2011) menyatakan bahwa minat baca masyarakat yang rendah terkhususnya anak memiliki hubungan erat dengan tingkat pendidikan di negara tersebut. Berdasarkan hasil survei dari UNESCO tahun 2012 menyatakan minat baca Indonesia berada di posisi kedua terendah dengan nilai 0,001 dari 61 negara (https://republika.co.id/berita/nasional/daerah/). Selanjutnya dari Badan Pusat Statistik, (2015) menyatakan bahwa sebanyak 91,47% penduduk Indonesia yang berumur 10 tahun ke atas suka menonton televisi. Sedangkan hanya sebanyak 13,11% penduduk berumur 10 tahun keatas suka membaca surat kabar atau majalah. Dengan demikian kecenderungan anak di Indonesia lebih suka menonton televisi daripada membaca. Hudayani (2013) melihat dari sudut pandang terbitan buku yang terbit di Indonesia tiap tahun mencapai antara 5.000-10.000 ekslempar buku. Di Malaysia bisa mencapai 15.000 ekslempar buku pertahunnya dan di Inggris tiap terbitan buku pertahun bisa mencapai sebanyak 100.000 ekslempar.
Adapun faktor lain yang menyebabkan minat baca anak rendah, diantaranya terbatasnya buku bacaan bervariasi dan kurangnya perpustakaan dan taman bacaan yang memadai. Menurut data Deputi Pengembangan Perpustakaan Nasional RI (PNRI) kurang lebih 300.000 SD hingga SLTA atau sekitar 5% mengoperasikan perpustakaan layak pakai, bahkan hanya 1% dari 260.000 SD yang memiliki perpustakaan; Selain itu, dapat diketahui baru sebanyak 20% dari 66.0000 desa atau kelurahan memiliki perpustakaan memadai, Wahyuni (2009), kurangnya motivasi terhadap masyarakat terkait daya beli buku yang berkaitan dengan rendahnya tingkat ekonomi sehingga menjadikan anak kurang akrab dan merasa asing dengan buku. Berikutnya, metode pembelajaran di lingkungan sekolah yang kurang memotivasi anak untuk mempelajari buku bacaan dan jarang adanya diskusi mengenai permasalahan sosial untuk diselesaikan bersama melainkan anak hanya diasumsikan untuk mengadopsi pengetahuan dari guru. Pun peran keluarga terkhususnya orang tua yang belum menanamkan budaya membaca sejak dini. Padahal budaya gemar membaca harus dimulai dari lingkungan terdekat anak yaitu keluarga.
Maraknya teknologi digital memberikan pengaruh terhadap anak untuk enggan membaca buku. Hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia tahun 2017 menyatakan sebesar 25,72% (DARI TOTAL BERAPA) responden memiliki komputer atau laptop. Sedangkan 50,08% responden memiliki smartphone atau tablet. Sebanyak 37,12% responden mulai periode tahun 2014-2016 dalam tabel tahun awal menggunakan internet dan layanan chatting menjadi layanan paling banyak diakses; yakni sebanyak 89,35%.
Upaya meningkatkan minat baca pada anak harus melibatkan banyak pihak, yakni peran orang tua, pustakawan, perpustakaan dan pemerintah. Peran orang tua mendominasi dalam peningkatan minat baca anak disebabkan reaksi orang tua memiliki pengaruh yang besar saat anak membaca buku bacaan yang disukainya, juga memberikan motivasi yang tinggi bagi anak untuk menjadi pembaca yang baik. Pembentukan agenda keluarga untuk menjadikan hari weekend sebagai hari kunjung perpustakaan serta memiliki perpustakaan mini yang menyediakan koleksi buku cerita bergambar, buku memasak, juga koleksi lainnya untuk anggota keluarga, perlu direalisasikan. Oleh sebab itu, sinergi antara orang tua dan perpustakaan memegang peran penting dalam meningkatkan minat baca anak. Selain itu, pemerintah sebagai memegang keputusan kebijakan dan pustakawan sebagai pelayanan pengguna perpustakaan wajib memberikan layanan terbaik dengan menghadirkan atmosfir yang mengundang keluarga agar gemar membaca.
Dalam (UU RI nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan) pasal 14 mengenai kebijakan layanan perpustakaan, sebagai berikut: 1) Layanan perpustakaan dilakukan secara prima dan berorientasi bagi kepentingan pemustaka; 2) Setiap perpustakaan mengembangkan layanan perpustakaan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi; 3) Setiap perpustakaan menerapkan tata cara layanan perpustakaan berdasarkan standar nasional perpustakaan; 4) Layanan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan melalui pemanfaatan sumber daya perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan pemustaka; 5) Layanan perpustakaan diselenggarakan sesuai dengan standar nasional perpustakaan untuk mengoptimalkan pelayanan kepada pemustaka; 6) Layanan perpustakaan terpadu diwujudkan melalui kerja sama antar perpustakaan; 7) Layanan perpustakaan secara terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan melalui jejaring telematika.
Selain dimensi layanan perpustakaan, kualitas koleksi perpustakaan sangat menentukan. Menurut IFLA (2001) menyatakan sebagai berikut: 1) Konten informasi koleksi sesuai dengan kebutuhan pemustaka; 2) Akses koleksi disesuaikan dengan akses yang diberikan oleh perpustakaan kepada keinginan pemustaka; 3) Proses temu kembali koleksi yang cepat berdasarkan kesesuaian koleksi yang dibutuhkan. Selanjutnya menurut George dan Walls dalam Nurlaela dan Maksum (2004) menyatakan bahwa beberapa aspek perlu diperhatikan sebagai berikut. 1) Kualitas koleksi yang disajikan harus menampilkan isi dan fisik yang sesuai; 2) Ketersediaan koleksi memenuhi temu kembali informasi yang dibutuhkan oleh pemustaka; 3) Fasilitas temu kembali seperti katalog dan indek tersedia; 4) Pustakawan bersikap peduli, ramah, dan bersedia membantu kesulitan pemustaka dalam memenuhi kebutuhan informasi; 5) Waktu layanan dilaksanakan secara konsisten. Tidak semua perpustakaan yang mampu memenuhi kebutuhan informasi bagi pemustakanya. Oleh sebab itu, perpustakaan dalam menentukan kualitas layanan yang dinilai puas oleh pemustakanya tidak berdasarkan anggapan perpustakaan sebagai penyedia layanan melainkan dari anggapan pemustaka sebagai pengguna jasa perpustakaan.
Penulis memiliki sumbangsih ide membangun perpustakaan berbasis ramah lingkungan (upaya meningkatkan minat baca anak dan diharapkan mampu mengurangi limbah sampah anorganik berasal dari limbah rumah tangga) yang mengadopsi dari ide Wali Kota Surabaya, Ibu Tri Rismaharini yang meluncurkan ‘Suroboyo Bus’ tertanggal 7 April 2018 di depan Gedung Siola Surabaya; yang diyakini lebih nyaman oleh penumpangnya dibandingkan naik bus umum biasanya. Lantaran masyarakat bisa membayar dengan sampah plastik (bagi penumpang yang akan menaiki bus harus membawa 5 botol ukuran tanggung, 3 botol besar, 10 gelas air mineral , kresek, dan kemasan plastik) dan menukarkan jenis-jenis sampah di bank sampah, drop halte, drop box terminal Purabaya yang telah bekerjasama dengan Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau juga melibatkan 3 bank sampah (diantaranya Bank Sampah Induk Surabaya, Bintang Magrove, dan Pitoe) untuk membawa hasil setor sampah dari halte serta terminal. Lalu, penumpang menukarkan sampah dengan kartu setor sampah untuk ditukar dengan tiket. Dengan demikian penumpang dapat berkeliling Kota Surabaya selama 2 jam keliling secara gratis. Trasportasi ini mendukung upaya ramah lingkungan dan juga diharapkan mampu mengurangi volume kendaran di Surabaya (https://nasional.tempo.co/). Dilansir dari koran online (https://m.merdeka.com/) hadirnya ibu Hendarti, seorang ibu rumah tangga, membawa perubahan. Melihat anak tak lagi dikenalkan budaya membaca sejak dini dan membuang sampah anorganik berasal dari limbah rumah tangga (seperti kertas, plastik, botol, logam dan lain-lain) akan menimbulkan kesan kumuh di perkampungannya; ia membuat ide gila menjadikan rumahnya sebagai perpustakaan mini yang terbuka untuk umum dan berbasis ramah lingkungan Hal ini didukung positif dan disambut antusias oleh warga kampungnya terkhususnya ibu-ibu dan anak. Lantas warga kampung dapat meminjam buku gratis dengan membayar dan mulai aktif menyetorkan sampah anorganik (saat ini tercatat 185 rumah tangga dari 400 rumah tangga di desa Muntang). Dalam perpustakaan tersebut juga terdapat proses pemilahan sampah dengan prinsip 3R yakni Reuse (dapat digunakan kembali), Reduce (dijual), dan Recycle (daur ulang). Hasil dari penjualan tersebut dibagikan kembali kepada ibu-ibu atau anaknya yang telah berpartisipasi menyetor sampah anorganik sebesar 80% sedangkan 20% untuk biaya operasional bank sampah. Data peminjaman koleksi tersebut mencapai 7.000 ekslempar buku (meliputi buku cerita anak dan buku memasak atau panduan berkebun menjadi favorit) (https://m.merdeka.com/).
Jambeck et. al (2015) tahun 2010 menyatakan bahwa Indonesia sebagai penghasil limbah sampah sebanyak 11% of plastic waste, 83% of mismanaged waste, 3,22 of mismanaged plastic waste (MMT(Milion Tons)/year), 0,52 kg of waste gen. rate, 187,2 of Coastal pop (millons), 048-1,29 of plastic marine debris (MMT/year), pada taraf LMI (Lower Middle Income). Ini artinya membutuhkan perhatian khusus terhadap limbah sampah plastik yang belum terkelola dengan maksimal. Selanjutnya Benno et. al (2015) menyatakan bahwa tingkat volume sampah mencapai 0,87 kg/kapita/hari, sehingga menjadi ancaman besar terhadap ekosistem laut di Indonesia dengan tingkat pencemaran limbah yang merambah dan semakin buruk kondisi yang ada. Penjelasan diatas sejalan sekaligus memperkuat penjelasan oleh World Economic Forum dan Elen MacArthur Foundation (2016) menyatakan bahwa jika tren urbanisasi, produksi dan konsumsi terus berlanjut dapat diperkirakan pada tahun 2050 “lebih banyak plastik dibandingkan ikan (berdasarkan berat)”.
Secara sederhana, terbentuknya perpustakaan mini berbasis ramah lingkungan bertujuan untuk meningkatkan minat baca anak dan membangun kepedulian masyarakat tentang tata cara mengurangi dan menanggulangi dampak sampah anoraganik diperoleh dari limbah rumah tangga dan sebagai transformasi perpustakaan menganut kepedulian ramah lingkungan. Ide tersebut memberikan kontribusi yang nyata sebagai agent of change dalam aspek teknis perpustakaan berbasis ramah lingkungan; sehingga hal ini harus didukung dengan aspek sosial dan budaya pada masing-masing individu, khususnya keluarga. Apabila hal ini dilakukan secara konsisten, keluarga secara mandiri dapat mengelola sampah secara mandiri. Di samping itu kegiatan tersebut dapat mendekatkan anak pada intensitas membaca sejak dini sehingga anak tidak merasa asing terhadap buku bacaan.
Pelaksanaan pengelohan sampah dengan konsep zero waste menerapkan prinsip melalui 3R yakni Reduce (untuk mengurangi produksi sampah pada sumbernya), Reuse (sebagai upaya pemanfaatan kembali sampah yang terlihat tak layak lagi), Recycle (sebagai daur ulang sampah menjadi barang bernilai ekonomis). Menurut Doddy A.S., et. al. (2005) pola prinsip 3R sebagai dasar pengolahan limbah sampah dan optimalisasi produksi-daur ulang sampah sebagai peluang usaha bagi masyarakat.
Zero Waste merupakan pendekatan intensif dari pengolahan sampah dekat dengan sumbernya serta mendorong perancangan daur ulang hingga dapat digunakan kembali juga bernilai ekonomis. Penerapan konsep ini akan berhasil jika melibatkan seluruh elemen seperti pemerintah, pengusaha atau pebisnis, LSM dan masyarakat. Konsep zero waste memiliki manfaat sebagai berikut: meningkatkan efisiensi menanggulangi sampah baik di perkotaan maupun pedesaan khususnya rumah tangga secara mandiri, mengurangi ketergantungan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) jarang ditemukan atau didapat, membuka peluang usaha mandiri untuk meningkatkan ekonomi bagi masyarakat serta mengurangi kecenderungan masyarakat membuang sampah di aliran sungai dan sebagainya.
Kemerosotan intensitas minat baca anak di era teknologi informasi yang berkembang pesat sehingga memiliki sikap kecenderungan anak memilih jalan instan dan kerusakan lingkungan diawali dari limbah sampah rumah tangga merupakan hal tidak dapat dipisahkan diantara keduanya untuk saat ini. Peningkatan instensitas lingkungan dan tuntutan kebutuhan informasi masyarakat merupakan poin penting sebagai permasalahan yang dihadapi oleh perpustakaan di era ini. Oleh karena itu, perpustakaan harus mampu bertansformasi sebagai perpustakaan berbasis ramah lingkungan. Ramah lingkungan yang dimaksud adalah menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan dengan menerapkan pengolahan sampah melalui zero waste dengan prinsip 3R (Reduce, Reuce, Recycle) sebagai edukasi untuk menanggulangi sampah secara mandiri. Diharapkan dari pembangunan perpustakaan berbasis ramah lingkungan ini dapat meliputi fasilitas ramah lingkungan (green library facilities), penyediaan pelayanan yang ramah lingkungan (green library services) dan kegiatan perpustakaan yang mendukung edukasi tentang peduli lingkungan dalam lingkungan rumah kepada masyarakat sehingga termotivasi dan menyebarluaskan informasi kepada masyarakat lainnya untuk melakukan pengolahan sampah secara mandiri terutama dalam pemilahan sampah (environmentally supportive).
Daftar Pustaka
Wahyuni, S. 2009. Menumbuhkembangkan Minat Baca Menuju Masyarakat Literat, 16:2.
Hudayani. 2013. Buletin Perpustakaan UIN Sultan Syarif Kasim (SUSKA) Riau no 13 tahun VII tahun 2013.
Grabe, W. & Kaplan R. (Eds.) 1992. Introduction to Applied Linguistics. New York:Addison-Wesley Publishing Company.
Graff, H.J. 2006. Literacy. Microsoft® Encarta® [DVD]. Redmond, WA:MicrosoftCorporation 2005.
Yulaningsih. Literasi Indonesia Sangat Rendah. 2015. Dalam Andi Nur Aminah (Ed.). (https://republika.co.id/berita/koran/didaktika/14/12/15/ngm3g840-literasi-indonesia-sangat-rendah/) Diakses 24 November 2018.
Ben S. Gaulus. 2011. Budaya Baca Orang Indonesia Masih Rendah. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta. (http://www.pendidikan-diy.go.id/dinas_v4/?view=v_artikel&id=8./) Diakses 26 November 2018.
_____________. Hasil Survei Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2017. 2017. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).(https://www.apjii.or.id/content/read/39/342/Hasil-Survei-Penetrasi-dan-Perilaku-Pengguna-Internet-Indonesia-2017/) Diakses 25 November 2018.
Pemerintah Negara Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan. Pemerintah Negara Republik Indonesia, Jakarta.
______________. Indikator Sosial Budaya 2003, 2006, 2009, 2012, dan 2015. Badan Pusat Statistik (BPS). (https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1234) Diakses 24 November 2018.
IFLA. 2001. Annual report 2001/compiled and edited by sjoerd koopman for IFLA. headquarters.
Nurlaela dan Maksum. 2004. Akses Informasi dan Persepsi Diktat terhadap Jasa Perpustakaan. Jurnal Perpustakaan Pertanian. 13:2.
Farmita, A.R. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini Luncurkan Suroboyo Bus. 2018. Dalam Juli Hantoro (Ed.). (https://nasional.tempo.co/read/1077209/wali-kota-surabaya-tri-rismaharini-luncurkan-suroboyo-bus/) Diakses 27 November 2018.
Rasjid, A.A. 24 Februari 2018. Limbah Pustaka, Kemerdekaan Membaca Kesejahteraan Lingkungan. 2018. (https://m.merdeka.com/foto/peristiwa/944194/20180224171122-limbah-pustaka-kemerdekaan-membaca-kesejahteraan-lingkungan-011-n-efendi-html/)Diakses 24 November 2018.
Jambeck et. al. 2015. Plastic Waste Inputs from Land into The Ocean. Science. 347: Issue 6223. (doi:10.1126/science.1260879).
Benno R. et al. 2015 The Influence of Economic and Demographic Factors to Waste Generation in Capital City of Java and Sumatera. The Third Joint Seminar of Japan and Indonesia. Enviromental Sustainabillity and Disaster Prevention (3rd ESDP-2015) Institut Teknologi Bandung (ITB), Indonesia.
World Economic Forum, Ellen Macarthur foundation et. al. 2016. The new plastics economy: Rethinking the future of plastics.
Ari S, et.al. 2005. Kajian Potensi Ekonomis dengan Penerapan 3R pada Pengolahan Sampah Rumah Tangga di Kota Depok. Prosiding Seminar Nasional PESAT 2005. Jakarta, 23-24 Agustus 2005: Auditorium Universitas Gunadarma.